Indeks

Nur Fatia Azzahra, Siswi Sepolwan Disabilitas dengan Prestasi Cemerlang

Nur Fatia Azzahra, siswi Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan) Lemdiklat Polri dengan kondisi tunadaksa, merupakan contoh nyata bahwa kondisi fisik tidak menghalangi seseorang untuk mencapai cita – cita dan berprestasi. Fatia, yang berasal dari Bangka Belitung, memiliki latar belakang akademik yang cemerlang. Ia merupakan sarjana psikologi yang menyelesaikan kuliahnya di Universitas Islam Indonesia (UII) Jogja dengan predikat nilai cumlaude.

“(IPK-nya) 3,56, saya kuliah 3 tahun 8 bulan di UII Jogja Fakultas Psikologi,” kata Fatia, Jumat (20/9/2024).

Prestasi akademik Fatia tidak hanya terhenti di perguruan tinggi. Sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), Fatia telah menorehkan prestasi yang membanggakan. Dia memapatkan saat kelas 1 meraih ranking 2, kemudian kelas 2 dan 3 meraih peringkat 1.

“SMA kelas 1 ranking 2, SMA kelas 2 dan 3 peringkat 1,” ujar dia.

Motivasi Fatia untuk berprestasi sangat kuat. Ia ingin mengubah pandangan masyarakat terhadap kaum disabilitas. Fatia hendak membuktikan bahwa penyandang disabilitas juga bisa dan memiliki kemampuan setara dengan orang pada umumnya.

“Saya ingin membuktikan bahwa kekurangan itu tidak menghalangi, bahwa yang berkebutuhan khusus itu juga bisa,” tegas perempuan 22 tahun ini.

Fatia juga ingin merubah pola pikir penyandang disabilitas lainnya, agar tak menjadikan kondisi berkebutuhan khusus sebagai alasan untuk menyerah. Semua orang, imbuh Fatia, memiliki peluang yang sama dalam mengembangkan kemampuan diri hingga mandiri.

“Saya mau mengubah mindset teman – teman disabilitas. Saya ingin menjadi inspirasi semua orang, khususnya penyandang disabilitas bahwa tidak ada yang membedakan kita. Yang ada hanya ‘mau atau tidak’ untuk hidup maju,” ungkap Fatia.

Keinginan Fatia untuk menjadi polisi sejak kecil hampir terkubur karena kondisi fisiknya. Namun, kebijakan inklusif Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang membuka pintu rekrutmen anggota Polri dari jalur disabilitas memberikan harapan baru bagi Fatia.

“Dari kecil saya ingin jadi polisi, tapi saya sadar diri karena kondisi saya seperti ini, tidak mungkin diterima. Suatu hari saat saya scroll IG, lihat ada pengumuman masuk polisi jalur disabilitas, lalu saya buka web Penerimaan Polri. Saya kemudian baca satu persatu aturannya,” cerita Fatia.

Fatia mendapatkan dukungan penuh dari ayah dan ibunya untuk mengikuti proses seleksi Bintara Polri jalur disabilitas.

“Ayah dan ibu sangat berharap (saya menjadi polwan), karena waktu saya daftar itu mereka sangat mendukung saya menjadi polwan. Dan ayah bolak – balik mengantarkan saya selama masa pendaftaran dan tes,” lanjut Fatia.

Polri melalui Biro Pengendalian Personel SSDM Polri, merekrut 16 penyandang disabilitas pada penerimaan Bintara Tahun Anggaran 2024 ini. Mereka terdiri dari 3 siswa Bintara perempuan dan 13 laki – laki.

Rekrutmen kelompok disabilitas menjadi anggota organik merupakan kebijakan inklusif Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Asisten Kapolri bidang SDM Irjen Dedi menuturkan Jenderal Sigit yakin penyandang disabilitas mampu melakukan pekerjaan kepolisian.

“Polri pada tahun 2023 sebenarnya sudah melakukan rekrutmen terhadap kelompok disabilitas tapi untuk golongan ASN atau pegawai negeri pada Polri (PNPP). Dari kelompok itu kita pekerjakan di dua polda yaitu Polda Jogja kemudian di Polda Sumatera Selatan. Dari situ berproses, Pak Kapolri tambah yakin, ‘Saya minta (difabel menjadi – red) anggota Polri’,” tutur Irjen Dedi

Kisah Fatia merupakan bukti bahwa keberagaman dan inklusivitas merupakan nilai penting dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan berkeadilan. Polri telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mendukung dan memberdayakan penyandang disabilitas untuk mencapai potensi maksimalnya.

Exit mobile version