Indeks

Waspada Child Grooming di Media Sosial

Kasus child grooming yang menyasar bocah berusia 12 tahun viral di media sosial. Salah satu akun X mengunggah utas berisi tangkapan layar dari teks yang berkonotasi seksual antara pria dewasa dan anak tersebut. Namun, apa yang dimaksud dengan istilah child grooming?

Secara umum, istilah child grooming mengacu pada keadaan ketika seseorang mencoba membangun hubungan saling percaya dengan seorang anak (yang bukan darah dagingnya). Bagi para pelaku tindakan tersebut, hal ini bertujuan agar pada nantinya, pelaku dapat melakukan tindak pelecehan seksual terhadap anak tersebut. Child grooming dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Mulai dari guru, pelatih olahraga, hingga orang tak dikenal. Selain memanipulasi untuk tujuan seksual, pelaku tindakan ini juga umumnya secara sengaja memainkan emosi anak atau melakukan kekerasan psikis. Hal ini pada akhirnya dapat membuat si anak terpuruk secara mental.

Menyoroti kasus yang terjadi, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ratna Susianawati tak menampik bahwa banyak laporan terkait child grooming dan pornografi anak terjadi belakangan ini. Hal tersebut khususnya dipengaruhi oleh aktivitas di gawai anak.

“Ini terus menerus dalam waktu sebulan terakhir ini komitmen semua pihak terus dibangun. Terutama, maraknya pornografi anak yang kemudian juga menjadi salah satu penyebab dan sekarang ini pelaku sudah mengincarnya menggunakan media sosial,” kata Ratna di gedung KemenPPPA, Jakarta Pusat, Jumat (3/5/2024).

Metode pelaku dalam aksi child grooming yang paling sering dilakukan adalah interaksi dalam media sosial maupun game online. Child grooming yang terjadi di media sosial biasanya para pelaku biasa menggunakan akun palsu dengan foto profil menarik, sedangkan dengan game online terjadi ketika pelaku berkenalan dengan anak, membelikan ‘diamond’ atau sejumlah benda yang disediakan game online untuk memancing percakapan hingga meminta kontak pribadi anak. Dengan perlakuan-perlakuan tersebut, anak menganggap bahwa pelaku adalah sosok istimewa karena dapat mengerti dan memahami anak, menjadi teman bercerita dan menjaga rahasia.

Ratna menambahkan peran orang tua untuk mengawasi aktivitas dan pergaulan anak di internet juga sangat penting dilakukan. Kenali lingkungan anak, ajak anak berkomunikasi secara terbuka serta melatih anak bersikap secara asertif agar tidak menjadi korban

“Sebetulnya metodenya mulai dari jaman lalu sudah ada, hanya sekarang ini itu lagi penyebarannya yang harus ditutup. Karena sekali lagi perputaran di dunia maya ini kita tidak bisa men-defend itu semua,” pungkasnya.

Penulis: RSEditor: SS
Exit mobile version